
Semua
yang telah kita bicarakan mulai dari keutamaan hingga kelebihan shalat
Fajar-khususnya shalat Subuh berjamaah-telah dipahami dan dilaksanakan oleh
orang-orang shalih. Mereka tidak menyia-nyiakan, bahkan tak seorang pun
berkeinginan untuk meninggalkannya.
Diriwayatkan
Imam Malik r.a. dalam Al Muwaththa’
bahwa pada suatu Subuh, Umar bin Al Khaththab r.a. tidak mendapati Sulaiman bin
Hatsmah r.a. Sehari saja! Paginya Umar bin Khaththab pergi ke pasar, sementara
rumah Sulaiman r.a. terletak antara pasar dan Masjid Nabawi.
Umar
bertemu dengan Asy Syifa’, ibunda Sulaiman r.a. Ia pun bertanya kepadanya,”Saya
tidak melihat Sulaiman tadi pada saat shalat Subuh?” Lalu ia menjawab,”Dia
shalat malam lalu ia tertidur pada pagi harinya.” Lalu Umar berkata,”Sungguh,
ikut serta dalam shalat Subuh berjamaah itu lebih baik bagi saya dari pada
shalat malam.”
Pengangkatan
Umar bin Khaththab r.a. menjadi Amirul Mukminin setelah Abu Bakar Ash Shiddiq
r.a., juga terjadi setelah shalat Subuh di Masjid Nabawi. Abu Bakar meninggal
sore hari dan dimakamkan di waktu yang sama. Besok harinya, setelah shalat Subuh,
Umar dilantik menjadi khalifah.
Ini
artinya, pembesar-pembesar agama, pejabat pemerintahan, para menterinya dan Ahlul Halli wal ‘Aqdi, dan orang-orang
yang berperan dalam pengambilan keputusan penting, melaksanakan shalat Subuh
berjamaah.
Mereka
menjadikan waktu Subuh sebagai waktu untuk menentukan keputusan-keputusan yang
sangat penting. Tentunya, keputusan-keputusan mereka begitu pas dan bijaksana. Keputusan
mereka ditetapkan di rumah Allah, setelah shalat Subuh, pada saat yang
diberkahi, dan ditetapkan oleh orang-orang yang sedang berwudhu. Lalu bagaimana
mungkin keputusan yang keluar tidak tepat?
Dari
sini, kita ketahui bagaimana cara para sahabat memperoleh kemenangan.
Al
Musawar bin Mukhramah r.a. menceritakan bahwa ia menjumpai Umar bin Khaththab
r.a. pada malam tertikamnya. Ia membangunkannya untuk shalat Subuh. Pada saat
itu Umar sebagai pemimpin Negara, sementara kondisinya luka parah dan kritis
sekali.
Namun
shalat Subuh tidak ditunda.
Apa
jawaban Umar bin Al Khaththab pada saat dibangunkan Al Musawar bin Mukhramah
r.a.? Dia berkata,”Ya, tidak akan mendapatkan keuntungan sedikitpun dalam Islam
bagi orang yang meninggalkan shalat.” Padahal, waktu itu darah segar masih
mengalir dari lukanya (HR. Malik Al Muwaththa’)
Karenanya,
Abdullah bin Umar r.a. berkata,”Apabila ada seseorang yang tidak ikut berjamaah
shalat Subuh, hal ini dapat membuat kita beprasangka buruk padanya. Bisa jadi
ada yang menimpa pada diri atau agamanya!”
Abdullah
bin Umar telah dididik di rumah Umar bin Al Khaththab.
Khalid
bin Al Walid r.a. tidak memulai perang kecuali setelah shalat Subuh.
Seorang
pemimpin Daulah Al Murabithun (di Maroko-ed.),
sekaligus salah seorang panglima perang muslim, Yusuf bin Tasyifin r.a., tidak
memulai Perang Zilaqah yang terkenal itu, kecuali selesai shalat Subuh bersama
bala tentaranya.
Quthuz
r.a. juga memulai Perang ‘Ainun Jaluth melawan Pasukan Tartar, langsung setelah
shalat Subuh.
Hal
ini menjadi pedoman yang sangat jelas di benak seluruh pemimpin muslim yang
berhasil.
Anas
bin Malik r.a. selalu menangis manakala ia mengingat penaklukan Tastar. Tastar
adalah satu kota benteng di Persia yang dikepung kaum muslimin genap satu tahun
setengah, hingga akhirnya ditaklukan kaum muslimin, dan tercapailah kemenangan
yang besar. Peperangan ini tergolong peperangan yang sangat berat yang
dirasakan kaum muslimin. Mengapa Anas bin Malik r.a. menangis?
Benteng
Tastar baru bisa diterobos menjelang shalat Fajar. Pasukan Islam menerobos
masuk benteng, kemudian terjadilah peperangan sengit antara 30.000 pasukan
muslimin dengan 150.000 pasukan Persia. Peperangan berlangsung sangat sengit.
Pasukan muslimin sempat terdesak. Suasana sangat genting, kritis, dan sangat
berbahaya.
Akhirnya-dengan
karunia Allah-kaum muslimin menang. Mereka menang gemilang atas musuh,
kemenangan yang tercapai beberapa saat setelah terbit matahari. Saat itu, kaum
muslimin baru menyadari di hari yang sangat menakutkan itu, ternyata shalat
Subuh sudah lewat!
Dalam
kondisi begitu rawan, dentingan suara pedang mengintai batang leher, membuat
kaum muslimin tidak sanggup melaksanakan shalat Subuh pada waktunya. Anas r.a.
pun menangis karena pernah tertinggal shalat Subuh, meski hanya sekali
sepanjang hidupnya. Dia menangis, kendati dimaafkan. Pasuka muslimin yang sibuk
berperang itu juga dimaafkan. Mereka sibuk dengan jihad-yang merupakan puncak
Islam, namun yang mereka tinggalkan merupakan sesuatu yang sangat berharga!
Dari
sini kita tahu rahasia kemenangan mereka.
“Jika kamu menolong
(agama) Allah, maka ia pasti akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” QS. Muhammad : 7
Jika
ini merupakan salah satu penyebab datangnya kemenangan, maka bagaimana mungkin
Allah akan menolong suatu kaum yang melalaikan kewajiban shalat Subuh? Demi
Allah, ini tidak mungkin terjadi.
Duhai,
seandainya bala tentara itu seperti Anas r.a., yang selalu mengoreksi dirinya
dalam setiap waktu shalat. Pasti mereka akan mendapatkan kemenangan.
“Sungguh Allah akan
menolong orang yang menolong agamanya, sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa.”
QS. Al Hajj : 40
Sumber
: Misteri Shalat Subuh (hal. 95-100), Dr.
Raghib As Sirjani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar